Motor Brebet Tanda Pengisian BBM Bermasalah, Ini Penjelasan Pakar
Ilustrasi: Kasus motor “brebet" di sejumlah wilayah yang diduga terjadi usai pengisian salah satu produk bahan bakar minyak (BBM) memicu reaksi luas dan kekhawatiran di masyarakat.--Polytron
KALTARA, DISWAY.ID - Kasus motor “brebet" di sejumlah wilayah yang diduga terjadi usai pengisian salah satu produk bahan bakar minyak (BBM) memicu reaksi luas dan kekhawatiran di masyarakat.
Selain merugikan para pengendara, kejadian ini memunculkan pertanyaan serius tentang mutu dan pengawasan distribusi BBM.
Menurut Guru Besar Ilmu Konsumen dan Pemasaran IPB University, Prof Megawati Simanjuntak, persoalan ini tidak hanya menyangkut aspek teknis bahan bakar, tetapi juga berpotensi memengaruhi tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga pengelola energi nasional.
“Jika dilihat dari perspektif perilaku konsumen, kasus ini sangat sensitif. Bahan bakar merupakan kebutuhan harian yang digunakan hampir semua lapisan masyarakat. Ketika muncul gangguan kecil saja, reaksi publik biasanya sangat cepat, apalagi jika sampai menyebabkan kendaraan mogok,” ujarnya.
BACA JUGA:ESDM dan Kemenkeu Bereskan Tunggakan Kompensasi Listrik dan BBM 2024-2025
Menurut Prof Megawati, gangguan kecil pada produk yang digunakan secara massal dapat menimbulkan efek domino terhadap kepercayaan publik.
“Pada awalnya, masyarakat mungkin hanya meragukan produknya. Namun dalam jangka panjang, hal tersebut bisa berkembang menjadi ketidakpercayaan terhadap lembaganya. Terlebih apabila komunikasi dari pihak lembaga tidak dilakukan secara terbuka, hal itu dapat memperkuat keraguan masyarakat,” jelasnya.
Menanggapi kebijakan yang mewajibkan bukti pembelian (struk) untuk proses klaim ganti rugi, Prof Megawati menilai mekanisme tersebut wajar dari sisi administratif, namun belum sepenuhnya ideal dalam praktiknya.
BACA JUGA:Terungkap! Kekurangan BBM di SPBU Swasta akan Diatasi Lewat Jalur Ini
“Sebagian besar konsumen tidak terbiasa menyimpan struk pembelian BBM, terutama jika transaksi dilakukan secara tunai. Akibatnya, konsumen yang benar-benar dirugikan justru tidak dapat mengajukan klaim. Idealnya, ada opsi lain agar prinsip perlindungan konsumen tetap terjaga,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa kelompok ekonomi rentan, seperti pengemudi ojek daring, menjadi pihak yang paling terdampak dalam kasus ini.
"Mereka sangat bergantung pada kendaraan untuk memperoleh penghasilan harian. Oleh karena itu, dalam situasi seperti ini, perusahaan dan pemerintah perlu bersikap lebih tanggap,” katanya.
Prof Megawati menekankan pentingnya adanya mekanisme tanggap darurat, seperti posko pengaduan di SPBU atau saluran pengaduan resmi yang mudah diakses.
BACA JUGA:Cek Harga BBM di SPBU Swasta, ESDM Ungkap Proyeksi hingga Akhir Tahun
Sumber: