Rupiah Anjlok, IHSG Rontok, Investor Kian Waspada

Meski Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 5,12% pada kuartal II-2025, pasar keuangan justru merespons dengan sinyal waspada.--Istimewa
BACA JUGA:Ternyata Cacing Tanah Punya Nilai Manfaat Ekonomi Lho! Ini Menurut Pakar
Larangan ini membuat banyak pedagang kehilangan sumber pendapatan utama di tengah kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian.
Meski kondisi politik belum stabil, pejabat pemerintah berusaha menenangkan publik.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan fondasi ekonomi nasional masih kuat, ditopang konsumsi domestik, pembangunan infrastruktur, dan ekspor komoditas.
Namun, investor global masih menunggu langkah konkret dari pemerintah, termasuk Presiden Prabowo, untuk meredakan ketegangan sosial serta mengembalikan stabilitas pasar.
Bank Indonesia pun telah menegaskan siap melakukan intervensi untuk menahan volatilitas rupiah dan menjaga likuiditas pasar.
Namun, efektivitas kebijakan moneter akan sangat bergantung pada penyelesaian cepat krisis politik.
Menurut analis EBC, pelemahan rupiah dan koreksi IHSG lebih banyak mencerminkan strategi manajemen risiko portofolio investor asing ketimbang masalah fundamental ekonomi domestik.
BACA JUGA:Menkop Budi Arie: Koperasi Merah Putih Bisa Jadi Pusat Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Kendati demikian, jika ketidakpastian politik berlanjut, pasar dapat semakin defensif terhadap aset Indonesia.
“Kepercayaan pasar tidak hanya ditentukan oleh angka pertumbuhan ekonomi, tetapi juga stabilitas politik dan kredibilitas kebijakan,” tegas Hertz.
Dengan kondisi saat ini, jelas bahwa pertumbuhan 5,12% saja belum cukup untuk meredakan kecemasan investor.
Selama gejolak politik belum tuntas, rupiah masih rawan anjlok lebih dalam, IHSG berpotensi tertekan, dan biaya pendanaan pemerintah makin tinggi.
Sumber: