Cek Kesehatan Gratis Serbu Sekolah

Cek Kesehatan Gratis (CKG) 2025—proyek nasional senilai Rp3,4 triliun yang menargetkan 53,8 juta siswa di seluruh Indonesia, dari Sabang sampai Merauke.--Disway
Menag menyarankan agar masyarakat rutin periksa, bahkan saat tidak ada keluhan. "Rumah sakit itu bukan cuma untuk orang sakit. Tapi juga untuk orang sehat yang ingin tetap sehat," imbuhnya.
Ia menekankan kesehatan adalah bagian integral dari ajaran agama. "Nggak mungkin jadi hamba yang taat kalau sakit-sakitan. Nggak mungkin jadi khalifah kalau penyakitan," ungkapnya, memberikan motivasi spiritual yang kuat.
Harapan besar disampaikan Penanggung Jawab CKG Ponpes Asshiddiqiyah, Muhammad Ubaidillah.
Ia berharap adanya tindak lanjut yang nyata bagi santri yang terdeteksi memiliki masalah kesehatan. "Masih ada kurang lebih 800 santri yang belum diikutsertakan," ujarnya.
Pimpinan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, KH. Ahmad Mahrus Iskandar, menyampaikan rasa terima kasih atas program ini, yang menunjukkan perhatian pemerintah kepada anak-anak.
Ia menekankan kesehatan santri adalah hal yang penting. Pondok pesantren telah lama menjalin kerja sama dengan puskesmas setempat.
Pengurus UKS Putri di Ponpes Asshiddiqiyah, Mumlatul Hidayah, juga berbagi rasa syukurnya.
"Terima kasih banyak kami haturkan kepada Kemenkes dan juga Kemenag yang telah mengadakan Cek Kesehatan Gratis ini," katanya.
Ia melihat sendiri manfaatnya. Santri-santri yang sebelumnya terdeteksi anemia, kini menunjukkan perbaikan kondisi.
Di sisi lain, Pakar Kesehatan, Dicky Budiman, mengingatkan program ini jangan hanya berhenti di tahap skrining atau pemeriksaan.
Dia menyoroti pentingnya sistem yang terintegrasi dengan program lain. Seperti Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) agar tidak berhenti seiring pergantian pemerintahan.
Beberapa tantangan utama yang diidentifikasi Dicky Budiman antara lain:
Tantangan Anggaran dan Standar Nasional: Pemeriksaan kesehatan memerlukan alat, tes laboratorium, dan standar yang seragam di seluruh daerah. Tanpa standar yang jelas, kualitas pemeriksaan bisa bervariasi.
Privasi dan Sensitivitas Anak: Pemeriksaan harus dilakukan di ruang tertutup untuk menjaga privasi. Terutama bagi anak remaja. Ada risiko stigma jika hasil pemeriksaan diumumkan sembarangan.
Literasi dan Komunikasi dengan Orang Tua: Diperlukan komunikasi yang jelas dan persuasif kepada orang tua agar mereka tidak menolak program. Terutama terkait pemeriksaan kesehatan mental.
Sumber: