Dari Perbatasan Tarakan Menuju Kepemimpinan Advokasi Nasional
Ferry Mario Zakaria Ngelo, mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Teknologi Yogyakarta, yang juga penggiat organisasi ekstrakampus Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi DIY (LMND), melihat kepemimpinan sebagai pertemuan antara analisis, empati, da--Istimewa
Inilah mengapa ia mendirikan BrainZ Hub Community, platform pengembangan kapasitas anak muda perbatasan melalui empat pilar program, yaitu public speaking, kepemimpinan, advokasi, dan pola pikir kritis.
Ia bersama komunitas tersebut langsung menyentuh masyarakat.
Salah satunya ketika 50 anggota melakukan aksi sosial di SD 016 pesisir Tarakan.
Mereka berkontribusi mengajar setiap minggu, menyalurkan donasi buku, hingga memotivasi siswa untuk berani bermimpi lebih tinggi.
BACA JUGA:Wawali Tarakan Dorong Generasi Muda Berpikir Kritis dan Junjung Nilai Pancasila
Namun ujian sebenarnya datang ketika Mario harus kembali ke Yogyakarta. Komunitas itu masih sangat muda. Ia khawatir, apakah BrainZ akan mati tanpa dirinya.
Mario akhirnya mengukir pembelajaran bahwa kepemimpinan sejati adalah ketika sebuah gerakan tetap hidup tanpa pendirinya.
Perlahan, ia merancang struktur yang jelas, mendelegasikan visi, mempercayakan tanggung jawab, dan menguji batas ego kepemilikannya. Hingga hari ini, BrainZ Hub tetap berjalan, melalui ekosistem yang mandiri.
BACA JUGA:Menuju Kota Digital Tertib, Wali Kota Tarakan Ajak Masyarakat Gunakan Frekuensi dengan Bijak
Selain advokasi dan komunitas, Mario mengasah perannya sebagai komunikator publik, ia menjadi satu-satunya mahasiswa yang lolos Program Seleksi Jurnalis Profesional iNIndonesia Media Network, bersaing dengan banyak praktisi media.
Kini Mario melanjutkan langkahnya yang semakin pasti bersama FLC. “Dari hari pertama sampai hari kedua sangat sesuai ekspektasi. Saya dapat networking, ilmu kepemimpinan, advokasi, dan materi yang luar biasa insightful.”
Menurutnya, FLC tidak mengajarkan formula kepemimpinan, tetapi arah setelah seseorang memimpin.
Ia juga menekankan bahwa program ini memperdalam empati kepemimpinan. Setelah FLC, Mario berkomitmen membawa perubahan berpikir ke ruang interaksinya.
“Ilmu dari FLC pasti saya bawa ke organisasi dan komunitas. Kepemimpinan bukan hanya soal ketua, tapi bagaimana mengimplementasikan apa yang sudah saya dapat,” tekad Mario.
BACA JUGA:Menuju Kota Digital Tertib, Wali Kota Tarakan Ajak Masyarakat Gunakan Frekuensi dengan Bijak
Sumber: