“Kami dari Indonesia terlibat penuh sebagai peserta, sekaligus menunjukkan bentuk solidaritas bagi teman-teman di Amerika Latin. Persoalan yang mereka hadapi persis seperti apa yang terjadi juga di negara kita. Indonesia ikut bersuara dan berjuang bersama mereka,” kata Hero, yang merasa terkesima bisa berada di tengah Amazon dengan biodiversitasnya yang luar biasa.
BACA JUGA:Perdamaian Tanpa Kedua Pihak? Hamas dan Israel Absen di Penandatanganan Kesepakatan
Diskusi di tengah perjalanan
Hero bercerita, bersama teman-teman Pemuda Adat itu, mereka menyusun poin-poin penting yang akan disampaikan di COP 30.
Dengan tegas ia menyatakan salah satu isu terpenting yang disuarakan oleh Pemuda Adat Indonesia adalah tentang pengakuan dan perlindungan Masyarakat Adat melalui payung hukum yang disebut Undang-Undang Masyarakat Adat.
“Lebih dari satu dekade kami mendorong undang-undang tersebut. Itulah kenapa hal tersebut menjadi tuntutan utama dari Indonesia. Banyak sekali perampasan wilayah adat yang berujung pada kriminalisasi, intimidasi termasuk represivitas yang kami alami. Setelah itu, barulah kita berbicara tentang pendanaan langsung untuk Masyarakat Adat, hak atas tanah, pengetahuan leluhur, hingga perlindungan terhadap para pembela Masyarakat Adat,” kata Hero, kepada teman-teman Pemuda Adat dari berbagai negara, termasuk Amerika Latin.
Hero mengamati, Yaku Mama Amazon Flotilla lebih banyak mengedepankan masalah yang terjadi di negara-negara Amerika Latin.
BACA JUGA:Gubernur Jakarta Tolak Atlet Israel Tampil di Kejuaraan Dunia Senam 2025
Seperti yang tertera pada banner, para pemuda adat ini menuntut penghentian ekstraksi bahan bakar fosil, misalnya minyak dan gas, di wilayah Amazon. Di samping itu, mereka menuntut pendanaan iklim untuk langsung ke masyarakat terkait.
Ketua Umum BPAN ini menyebutkan bahwa ia sendiri membawa tuntutan yang sudah disusun, dan akan ia sampaikan saat menjadi pembicara di salah satu forum COP 30.
Forum itu seperti pembacaan Ikrar Masyarakat Adat di dalam Shandia Forum, beberapa agenda Youth Movement yang dimotori oleh GATC, hingga side event bertajuk the Global Youth Roadmap Youth Climate Justice Statement, dan Global Youth Network yang diselenggarakan oleh RRI.
“Saat kegiatan Global Youth Forum di Bali pada Agustus lalu, kami sudah menyusun tuntutan tersebut bersama-sama. Jadi, suara ini berangkat dari Bali menuju COP 30,” sambung Hero, menyebutkan bahwa bahasa menjadi kendala utama dalam berkomunikasi di sana.