Putusan MK Akhiri Polemik Polisi Aktif di Jabatan Sipil
Gedung Mahkamah Konstitusi--Mahkamah Konstitusi RI
Tap tersebut menegaskan bahwa anggota Polri yang hendak menempati posisi di luar institusi kepolisian wajib mengundurkan diri atau pensiun lebih dulu.
“Rumusan itu sudah jelas dan tidak perlu ditafsirkan ulang. Jabatan yang dimaksud termasuk seluruh posisi ASN, baik manajerial maupun non-manajerial,” jelasnya.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, Mahkamah menilai bahwa frasa “penugasan dari Kapolri” melanggar prinsip kepastian hukum yang dijamin oleh Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, sehingga seluruh permohonan pemohon dinyatakan beralasan secara hukum.
Ada Pendapat Berbeda di Kalangan Hakim MK
Putusan MK ini tidak diambil secara bulat.
Dua Hakim Konstitusi, Daniel Yusmic P. Foekh dan Guntur Hamzah, menyampaikan dissenting opinion atau pendapat berbeda, sementara Arsul Sani memberikan concurring opinion.
Daniel dan Guntur berpendapat bahwa perkara ini tidak seharusnya menjadi objek pengujian konstitusional karena masalah yang diangkat para pemohon lebih berkaitan dengan implementasi, bukan norma hukum.
“Selama isu yang diuji menyangkut pelaksanaan dan bukan norma itu sendiri, maka permohonan seharusnya ditolak,” tulis keduanya dalam pendapat berbeda.
Latar Belakang Gugatan
Gugatan uji materi ini diajukan oleh Syamsul Jahidin, seorang advokat sekaligus mahasiswa program doktor, bersama Christian Adrianus Sihite, lulusan fakultas hukum yang belum memiliki pekerjaan tetap.
Keduanya menilai bahwa Pasal 28 ayat (3) dan penjelasannya memberi ruang bagi anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil tanpa perlu mengundurkan diri, sehingga bersifat diskriminatif.
Dalam sidang pada 29 Juli 2025, Syamsul mencontohkan sejumlah jabatan sipil yang dijabat oleh anggota Polri aktif, seperti Ketua KPK, Kepala BNN, Wakil Kepala BSSN, Kepala BNPT, hingga Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Praktik semacam ini mencederai prinsip netralitas aparatur negara dan menurunkan kualitas demokrasi serta meritokrasi dalam pelayanan publik,” ujar Syamsul.
BACA JUGA:Bangun Budaya Literasi, DPK Nunukan Hadirkan Penulis Nasional di Workshop Menulis
Sementara itu, Christian menambahkan bahwa keberadaan frasa tersebut menutup peluang bagi warga negara sipil untuk bersaing secara adil dalam rekrutmen jabatan publik.
“Aturan ini membuat ada perlakuan istimewa bagi anggota Polri aktif dan menghapus hak yang sama bagi warga sipil dalam pemerintahan,” katanya.
Sumber: