Sudah Waktunya Daging Anjing dan Kucing Dilarang di Indonesia

Kekhawatiran akan dampak perdagangan, peredaran, dan konsumsi daging anjing dan kucing terhadap kesehatan manusia, mendorong pelarangan dan regulasi di berbagai daerah.--Freepik
Baru-baru ini, DPRD DKI Jakarta juga mendukung peraturan gubernur untuk melarang distribusi daging anjing dan kucing.
BACA JUGA:Pemerintah Bakal Wajibkan Bahan Bakar E10, Apa Keuntungannya? Ini Kata Ahli
Benarkah Lebih Berkhasiat?
Dari sisi nilai nutrisi, tidak ada bukti daging anjing dan daging lebih berkhasiat dibandingkan daging sapi.
Daging sapi secara gizi bahkan lebih unggul daripada daging anjing dan kucing dalam hal kualitas protein, komposisi lemak, dan kepadatan mikronutrien.
Sementara daging anjing dan kucing sebanding dalam makronutrien dasar, tetapi informasinya kurang banyak didokumentasikan karena kontroversial secara etika.
Dari sisi kandungan lemak, daging sapi mengandung lebih sedikit lemak jika dibandingkan daging anjing. Karena itu, daging sapi lebih sehat dibanding daging anjing.
Di samping itu, dari sisi zat besi, vitamin B, dan kandungan omega 3, daging juga sapi lebih unggul dari daging anjing dan kucing. Daging sapi juga memiliki daya cerna yang lebih tinggi dibandingkan keduanya.
Dari sisi kesehatan, peredaran dan konsumsi daging anjing dan kucing sangat berisiko terhadap penyebaran zoonosis seperti rabies.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pasar hewan dikaitkan dengan penyebaran berbagai penyakit lainnya, termasuk COVID-19.
Penyakit rabies atau yang sering dikenal oleh masyarakat sebagai penyakit anjing gila ini sudah sering mewabah di berbagai wilayah Indonesia dan memakan korban jiwa.
Rabies merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus-virus yang ditularkan melalui gigitan atau kontak dengan hewan yang terinfeksi.
Perdagangan anjing dan kucing hidup maupun dagingnya berperan besar dalam meningkatkan resiko penyebaran penyakit rabies ini.
Di samping rabies, penanganan daging anjing dan kucing yang tidak baik akan meningkatkan kejadian infeksi bakteri seperti Salmonella dan E. coli, serta infeksi parasit lainnya yang juga dapat mewabah.
Keberadaan pasar hewan informal ataupun ilegal yang biasanya memiliki kebersihan dan sanitasi yang tidak memadai dan luput dari pengawas veteriner juga berperan dalam peningkatan resiko penyebaran zoonosis.
Pasar hewan hidup yang menjual anjing dan kucing bersama spesies lain turut menciptakan lingkungan yang kondusif bagi munculnya patogen zoonosis baru, serupa dengan wabah seperti COVID-19.
Sumber: