Sudah Waktunya Daging Anjing dan Kucing Dilarang di Indonesia

Sudah Waktunya Daging Anjing dan Kucing Dilarang di Indonesia

Kekhawatiran akan dampak perdagangan, peredaran, dan konsumsi daging anjing dan kucing terhadap kesehatan manusia, mendorong pelarangan dan regulasi di berbagai daerah.--Freepik

Dampak ekonomi dari terjadinya wabah penyakit yang ditimbulkan oleh anjing dan kucing seperti rabies tentu saja tidak dapat diabaikan karena akan mengancam mata pencaharian masyarakat.

Berbagai negara di Asia seperti Taiwan, Hongkong, Thailand, dan India yang tadinya memiliki tradisi mengonsumsi daging anjing dan kucing kini telah melakukan pelarangan total.

Sementara di Tiongkok, Vietnam, beberapa negara di Afrika, dan sebagian wilayah di Indonesia, praktik memperdagangkan daging anjing dan kucing ini masih berlangsung meskipun di bawah pengawasan yang semakin ketat.

Perubahan pandangan terkait konsumsi daging anjing dan kucing ini tentunya tidak lepas dari anggapan bahwa kedua hewan ini sudah dianggap sebagai companion animals atau teman dan bukan sebagai ternak untuk dikonsumsi.

Berbagai tradisi yang tadinya melakukan praktik konsumsi daging anjing dan kucing pun berangsur-angsur sudah mulai meninggalkan kebiasaan ini.

BACA JUGA:Tak Sekadar Viral, Ahli Ungkap Makna Edukatif di Balik Tepuk Sakinah

Di samping pergeseran pandangan ini, berbagai kampanye yang dilakukan oleh para aktivis pencinta hewan kesayangan dan juga pendidikan terkait sisi etik, dampak negatif, dan sisi budaya dari daging anjing dan kucing ini sudah semakin meningkat di berbagai negara termasuk Indonesia.

Di Indonesia, kampanye seperti Dog Meat Free Indonesia (DMFI) dan kegiatan organisasi nirlaba internasional lainnya gencar dilakukan. Langkah ini guna meningkatkan kesadaran dan mendesak pemerintah untuk bertindak melakukan pelarangan terhadap peredaran dan konsumsi daging anjing dan kucing.

Di sisi lain, pelarangan perdagangan daging anjing dan kucing di Indonesia yang sering kali melibatkan pencurian dan pelibatan hewan peliharaan dan hewan liar tentu akan berdampak pada mata pencaharian sebagian masyarakat.

Namun, mengingat skalanya tidak masif, mereka yang terdampak dapat dicarikan solusinya oleh pemerintah untuk mengalihkan mata pencaharian lain yang lebih umum.

Angin segar yang dimulai dari pelarangan peredaran dan konsumsi daging anjing dan kucing di wilayah DKI Jakarta, diharapkan akan diikuti oleh peraturan di tingkat nasional. 

Budaya dan tradisi yang merupakan warisan nenek moyang sekaligus merupakan identitas suatu masyarakat yang baik tentunya harus dipertahankan dan diwariskan.

Namun, dalam dalam hal peredaran dan perdagangan daging anjing dan kucing sebaiknya segera dihentikan karena efek negatifnya jauh lebih banyak dari efek positifnya.

 

 

Sumber: