Trump Ingin Hamas Dilucuti, tapi Hamas Tak Mau Melepas Senjata

Militan Hamas--X @jacksonhinklle
Otoritas lokal menyebut tindakan tersebut diambil untuk merespons kasus serius seperti penjarahan bantuan dan kolaborasi yang membahayakan stabilitas wilayah.
Nazzal menegaskan bahwa semua keputusan tersebut tetap berada dalam koridor hukum darurat yang ditetapkan dalam masa konflik.
Bertolak Belakang dengan Rencana Trump
Pernyataan Nazzal memperjelas adanya ketidaksesuaian mendasar antara posisi Hamas dan rencana perdamaian yang dirancang Washington.
Salah satu pilar utama dalam proposal Trump yang diumumkan 29 September lalu adalah pelucutan senjata Hamas dan pembentukan pemerintahan teknokratik sementara di bawah pengawasan internasional.
Rencana itu juga mewajibkan Hamas membebaskan seluruh sandera sebelum langkah-langkah lebih lanjut diambil.
Namun, hingga kini, menurut pemerintah Israel, tuntutan itu belum sepenuhnya dipenuhi.
Kantor PM Israel bahkan mengeluarkan peringatan keras.
“Waktu mereka hampir habis,” demikian pernyataan resmi yang dirilis. Israel bersikeras bahwa Hamas mengetahui lokasi para sandera dan harus segera menyerahkan seluruhnya.
Posisi Hamas: Tawar-Menawar atau Penolakan?
Saat ditanya secara langsung mengenai kemungkinan menyerahkan senjata, Nazzal menolak memberi jawaban tegas.
"Apakah yang Anda maksud dengan pelucutan senjata? Kepada siapa senjata itu akan diserahkan?" jawabnya diplomatis.
Jawaban tersebut mencerminkan sikap Hamas yang masih ingin mempertahankan kekuatan militer sebagai alat negosiasi, sambil tetap terlibat dalam diskusi politik seputar masa depan Gaza.
Masa Depan Gaza Masih di Persimpangan Jalan
Sementara itu, komunitas internasional dan berbagai kekuatan regional terus mendorong proses rekonstruksi Gaza.
Namun, ketidakjelasan mengenai siapa yang akan memegang kendali pemerintahan dan apakah Hamas akan berperan atau tidak, membuat proses ini penuh ketegangan.
Dengan perbedaan tajam antara Hamas dan visi AS yang juga didukung penuh oleh Netanyahu kemungkinan tercapainya konsensus dalam waktu dekat masih menjadi tanda tanya besar.
Yang pasti, tantangan membangun kembali Gaza tidak hanya terletak pada puing-puing fisik, tetapi juga pada bagaimana membangun tata kelola yang inklusif, mampu meredakan konflik bersenjata, dan membuka jalan bagi rakyat Palestina menentukan masa depan mereka sendiri.
Sumber: