Dorong Indonesia Jadi Pusat Halal Dunia, Pakar Tekankan Penguatan Sains dan Inovasi

Sabtu 29-11-2025,06:45 WIB
Reporter : Marieska Harya Virdhani
Editor : Marieska Harya Virdhani

KALTARA, DISWAY.ID - Pentingnya penguatan riset dan inovasi untuk mendorong Indonesia menjadi pusat halal dunia.

Hal ini disampaikan Prof Khaswar Syamsu, Guru Besar IPB University sekaligus Kepala Pusat Sains Halal (HSC), menanggapi dinamika industri halal global yang terus tumbuh.

Dalam Musyawarah Nasional XI Majelis Ulama Indonesia (MUI) belum lama ini, Prof Khaswar mengungkap, tahun 2024 belanja konsumen muslim secara global mencapai USD 2,43 triliun. Angka ini diperkirakan meningkat menjadi USD 3,36 triliun pada 2028. 

Meski demikian, ia menegaskan bahwa Indonesia belum berada pada posisi teratas. Indonesia tercatat berada di peringkat ketiga indikator ekonomi Islam global, dan di sektor pangan halal turun ke peringkat keempat.

BACA JUGA:PKKMB Poltek Bisnis Kaltara 2025 Resmi Dibuka, Siap Cetak Lulusan Terampil di Industri

“Populasi besar tidak otomatis menjadikan Indonesia pemimpin industri halal. Kita membutuhkan dukungan sains, inovasi, dan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) yang kuat. Indonesia berisiko hanya menjadi pasar dan konsumen produk halal terbesar di dunia, bukan produsen utamanya,” ujarnya.

Prof Khaswar menegaskan bahwa penguatan ekosistem halal membutuhkan sains dan inovasi yang menyentuh berbagai aspek.

Mulai dari peningkatan efisiensi proses produksi, riset bahan alternatif halal, digitalisasi dan keterlacakan (traceability), pengujian dan deteksi bahan non-halal, hingga kolaborasi research and development (RnD) bersama Industri.

Pandangan tersebut sejalan dengan pernyataan Rektor IPB University Prof Arif Satria. Prof Arif menyoroti tantangan Indonesia pada Global Innovation Index (GII), terutama pada aspek input inovasi yang melemah pada 2025.

BACA JUGA:Tingkatkan Produktivitas dan Efisiensi Proses Bisnis Collection, BTN luncurkan Operating Model baru

“Peringkat GII Indonesia turun satu tingkat di tahun 2025, terutama karena melemahnya input inovasi. Namun, bila dibandingkan dengan 2021, kita melihat banyak kemajuan. Output inovasi kita terus membaik, belanja riset pemerintah dan swasta meningkat, dan jumlah paten asal Indonesia naik tajam,” jelasnya.

Prof Arif yang juga Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) menyampaikan, capaian tersebut menunjukkan kesiapan Indonesia memasuki fase innovation-driven economy.

Indonesia, menurutnya, membutuhkan ekosistem riset yang kokoh, termasuk infrastruktur riset, sumber daya manusia (SDM) kompeten, pendanaan berkelanjutan, dan agenda riset nasional yang terintegrasi. 

“Riset harus menjadi penggerak pembangunan. Kami menyiapkan agenda riset nasional berbasis SDGs (Sustainable Development Goals) dari pangan, energi, kesehatan, hingga ekonomi berbasis pengetahuan,” tegasnya.

BACA JUGA:BNI Jadi Mitra Utama PMI Catat Pertumbuhan Bisnis Remitansi 13,15% pada Kuartal I-2025

Kategori :

Terpopuler