BACA JUGA:Vivo V60: Smartphone Stylish yang Bikin Produktivitas dan Kreativitas Makin Maksimal
Selain keterbatasan fasilitas dan tenaga ahli, stigma sosial menjadi tembok besar yang menghalangi penanganan masalah kesehatan mental.
Masyarakat kerap menganggap mencari bantuan profesional sebagai tanda kelemahan atau aib keluarga.
Akibatnya, banyak remaja memilih diam dan memendam tekanan emosional yang mereka alami.
Para psikolog menilai, perubahan persepsi masyarakat harus menjadi langkah awal sebelum memperluas akses layanan mental health.
Tanpa penerimaan sosial, program intervensi apa pun akan sulit berjalan efektif.
Harapan Baru di Pemerintahan Prabowo
Dilantiknya Presiden Prabowo Subianto pada Oktober 2024 menghadirkan harapan baru bagi perbaikan sistem kesehatan mental nasional.
Pembentukan Kabinet Merah Putih serta restrukturisasi Kementerian Pendidikan menjadi tiga lembaga termasuk Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah membuka peluang integrasi program kesehatan mental di lingkungan sekolah.
Pemerintah diharapkan dapat memperbanyak tenaga psikolog, memperkuat peran guru BK, serta memberikan pelatihan deteksi dini gangguan mental bagi tenaga pendidik.
Dengan demikian, sekolah bisa menjadi ruang aman bagi anak-anak untuk tumbuh sehat secara emosional.
Kolaborasi, Edukasi, dan Perlindungan Anak
Untuk mengatasi krisis ini, diperlukan kerja sama lintas sektor pemerintah, dunia pendidikan, swasta, hingga komunitas lokal.
Program edukasi literasi kesehatan mental perlu digencarkan melalui media massa dan platform digital.
Selain itu, regulasi anti-perundungan dan perlindungan anak di dunia maya harus ditegakkan secara konsisten.
Orang tua juga berperan penting dengan menciptakan suasana rumah yang terbuka, penuh empati, dan bebas kekerasan emosional.
Investasi untuk Indonesia Emas 2045
Kesehatan mental anak bukan sekadar urusan pribadi, melainkan investasi strategis untuk masa depan bangsa.