KALTARA, DISWAY.ID – Praktik peredaran beras oplosan kembali mencuat dan bikin geger masyarakat.
Tak hanya mengancam kesehatan, beras murah berkualitas abal-abal ini ternyata juga menyusahkan ekonomi rumah tangga.
Begitulah penegasan dari Dr Megawati Simanjuntak, Pakar Ilmu Keluarga dan Konsumen dari IPB University.
Menurutnya, banyak konsumen—terutama dari kelompok berpenghasilan rendah—yang tergiur dengan harga murah tanpa sadar sedang membeli ancaman tersembunyi.
“Beras oplosan sering kali dicampur zat pewarna atau pemutih seperti Rhodamin B dan klorin, demi keuntungan semata. Padahal, zat-zat ini sangat berbahaya. Klorin bahkan bersifat karsinogenik dan bisa meningkatkan risiko kanker,” jelas Dr Mega.
BACA JUGA:Wagub Kaltara Ingkong Ala Dorong Kemandirian Pangan Lewat Instruksi ASN Beli Beras Lokal
Namun, masalah tak berhenti di situ.
Konsumen yang membeli beras oplosan justru menanggung dua kerugian sekaligus.
Pertama, kualitas beras oplosan yang rendah membuatnya mudah basi, bau, dan tak tahan lama.
Kedua, risiko kesehatan akibat bahan kimia berbahaya bisa berujung pada biaya pengobatan yang mahal.
“Kalau dikalkulasi, kerugian finansial justru lebih besar. Bukannya hemat, malah jadi boros karena harus beli beras baru dan menanggung biaya medis,” tambahnya.
BACA JUGA:Wagub Ingkong Buka-bukaan RPJMD Kaltara, Ada Target Ambisius Sampai 2029
Konsumen Makin Tak Percaya Pasar Tradisional
Dampak lain yang mencemaskan adalah menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap rantai pasok pangan, khususnya produk dari pasar tradisional.
Ketika konsumen merasa ragu terhadap kualitas beras yang dijual, sebagian mulai beralih ke merek premium atau beras kemasan dari supermarket.
“Ini memunculkan jurang baru. Konsumen kelas menengah bisa pindah ke opsi yang dianggap lebih aman. Tapi masyarakat kurang mampu tetap terjebak pada pilihan berisiko karena faktor harga,” ujar Dr Mega.