Striptease Importir dan Pelapak Binaan Dalam Praktik Oligopoli Masih Anjloknya Harga Singkong di Lampung

Rabu 18-06-2025,16:31 WIB
Reporter : Reza
Editor : Reza

Sebagian besar pelapak yang masih hidup ini bisa dikategorikan pelapak binaan pabrik. Bahkan bisa dikatakan lapak milik pabrik untuk mendapatkan singkong dengan harga yang sangat murah.

Soal keberadaan lapak binaan pabrik ini memang dirasakan petani singkong. Namun, petani sulit membuktikannya. Ibarat kentut. Ada bau tapi tidak terlihat.

Demikian juga bagi pabrikan. Apalagi pabrikan yang juga memiliki izin impor.

Mereka tetap tidak merugi. Selain mereka tetap mendapatkan singkong murah, mereka juga menikmati dari keuntungan impor.

Petani singkong lah yang akhirnya menjadi korban anjloknya harga singkong itu. Perjuangan mereka untuk mendapatkan harga yang lebih sekadar tidak merugi saja, sudah lebih dari cukup.

Berteriak lantang di hadapan pejabat, demo bahkan bersurat ke Presiden Prabowo juga mereka lakukan.

Kini petani sudah pasrah. Bahkan bisa dikatakan telah putus asa.

Petani saat ini dengan mata telanjang melihat pengusaha impor dan lapak binaan menari-nari di atas jeritan petani menghadapi anjloknya harga singkong.

Kenapa tak demo lagi? “Untuk apa. Setiap demo kami harus mengeluarkan biaya sedikitnya Rp 200 ribu. Untuk biaya transportasi dan makan-minum selama demo. Hasilnya singkong tetap saja murah begini,” ujar Pardi warga Lampung Utara.

Menurut Pardi langkah yang dia lakukan adalah mengubah jenis tanaman ke Jagung. “Harapan saya tanam jagung masih lebih menguntungkan,” tegasnya.

Lalu, bagaimana mengatasi kondisi darurat saat ini, menurut saya perlu ada regulasi yang ketat terkait impor tapioka. Selain pengaturan waktu impor dan pemberlakuan tarif impor. (*)

Kategori :