Kopi dan Durian Jadi Kombinasi Agroforestri Terbaik untuk Kawasan Transmigrasi
Kombinasi tanaman kopi dan durian dinilai sebagai model agroforestri paling menguntungkan untuk dikembangkan di kawasan transmigrasi--Freepik
KALTARA, DISWAY.ID - Kombinasi tanaman kopi dan durian dinilai sebagai model agroforestri paling menguntungkan untuk dikembangkan di kawasan transmigrasi.
Pola ini tidak hanya memberikan pendapatan lebih tinggi bagi masyarakat, tetapi juga berkontribusi besar terhadap pembangunan rendah karbon.
Hal tersebut disampaikan Prof A Faroby Falatehan, Guru Besar IPB University bidang Kebijakan Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya Berkelanjutan.
Prof Faroby menyoroti persoalan yang kerap dihadapi transmigran, terutama terkait rendahnya pendapatan pada awal masa tanam.
Banyak di antara mereka yang meninggalkan lokasi karena tidak sabar menunggu komoditas perkebunan seperti kopi atau durian memasuki masa produksi.
BACA JUGA:Pencinta Kopi Wajib Tahu! Ini Batas Aman Konsumsi Kafein Harian Kata Ahli Gizi
“Biasanya masyarakat itu akan menanam tanaman-tanaman yang cepat tumbuhnya, seperti hortikultura ataupun tanaman pangan. Jadi mereka bisa mendapatkan uang sekitar satu tahun,” ujarnya.
Ia mencontohkan kawasan transmigrasi di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, yang telah menjalankan model corporate farming kopi seluas 100 hektare.
Namun, ketergantungan pada monokultur kopi dinilai berisiko karena fluktuasi harga dan masa tunggu panen yang panjang.
BACA JUGA:Rutin Minum Kopi Ternyata Bisa Bantu Cegah Diabetes dan Penyakit Jantung, Asal Tak Berlebihan
“Di lapangan, ada masyarakat yang beralih ke sawit karena merasa lebih menguntungkan dibanding kopi. Monokultur membuat pendapatan bergantung pada satu komoditas,” katanya
Melalui kajian analisis kelayakan finansial, Prof Faroby menunjukkan bahwa sistem agroforestri kopi-durian memiliki nilai ekonomi tertinggi.
Skema ini menghasilkan net present value (NPV) sekitar Rp1 miliar dengan benefit-cost ratio (BCR) lebih dari 11 dan internal rate of return (IRR) mencapai 39 persen.
Angka tersebut jauh di atas monokultur kopi yang hanya mencatat NPV sekitar Rp218 juta.
Sumber: