KALTARA, DISWAY.ID - Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba resmi menyatakan pengunduran dirinya pada Minggu, 07 September 2025.
Langkah ini membuka babak baru ketidakpastian politik di negara dengan ekonomi terbesar keempat dunia tersebut.
Dalam konferensi pers, Ishiba menegaskan keputusannya diambil sebagai bentuk tanggung jawab setelah partainya, Liberal Democratic Party (LDP), mengalami serangkaian kekalahan telak dalam pemilu.
“Dengan Jepang telah menyelesaikan perjanjian dagang besar bersama Amerika Serikat, saya rasa sudah saatnya tongkat estafet kepemimpinan diberikan kepada generasi berikutnya,” kata Ishiba dengan suara bergetar.
BACA JUGA:Resep Amparan Tatak Khas Kalimantan Utara, Camilan Legit dari Pisang Tanduk
Kekalahan Beruntun LDP dan Bursa Calon Pengganti Kuat
Sejak dilantik kurang dari setahun lalu, Ishiba berulang kali menghadapi kekecewaan publik. Koalisi yang ia pimpin kehilangan mayoritas di kedua majelis parlemen, di tengah melonjaknya biaya hidup yang menekan masyarakat Jepang.
Kekalahan terakhir dalam pemilu majelis tinggi pada Juli lalu membuat desakan pengunduran diri semakin kuat.
LDP dijadwalkan segera menggelar pemilihan kepemimpinan darurat untuk menentukan pengganti Ishiba.
Nama-nama seperti Sanae Takaichi, politisi senior LDP dengan pandangan pro-fiskal ekspansif, dan Shinjiro Koizumi, sosok muda populer sekaligus putra mantan PM Junichiro Koizumi, muncul sebagai kandidat terkuat.
BACA JUGA:Lowongan Bank Indonesia 2025 Dibuka, Lulusan Teknik Bisa Jadi Asisten Manajer
Ekonom Kazutaka Maeda dari Meiji Yasuda Research Institute menilai langkah Ishiba tak terelakkan.
“Tekanan politik terlalu besar. Saat ini, Koizumi dan Takaichi menjadi figur paling mungkin menggantikannya,” ujarnya.
Dampak ke Pasar Keuangan dan Geopolitik
Kekhawatiran politik sudah mengguncang pasar. Nilai yen dan obligasi pemerintah Jepang sempat tertekan pekan lalu, dengan imbal hasil obligasi tenor 30 tahun menyentuh rekor tertinggi.
Michael Brown, analis Pepperstone, menyebut pasar kini harus menghitung risiko politik tambahan, mulai dari perebutan kursi kepemimpinan LDP hingga potensi pemilu dini.
Selain ekonomi yang goyah, pengganti Ishiba akan menghadapi situasi geopolitik yang kian panas, menyusul pertemuan langka pemimpin Tiongkok, Rusia, dan Korea Utara di Beijing pekan lalu.